Suka Resep Ini? Share Yuk!
awasi label obat herbal yang anda beli. sumber gambar : dokterferihana.files.wordpress.com |
Saat ini obat herbal telah menjadi alternatif terapi medis baik untuk menjaga kesehatan sampai mengobati penyakit. Sebelum memutuskan mengkonsumsi obat herbal, sebaiknya perhatikan label yang tercantum dalam kemasan agar keamanannya lebih terjamin
1. JAMU
Label "Jamu" diberikan untuk obat herbal yang merupakan bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut, dalam bentuk sederhanaa, seperti irisan rimpang, daun atau akar kering. Belakangan ini juga banyak dalam bentuk bubuk instan tinggal seduh.
Khasiat dan keamanan herbal kategori "Jamu" ini dibuktikan berdasarkan pengalaman turun temurun dan belum dilakukan penelitian secara ilmiah untuk membuktikannya. Hingga tahun 2015 sudah ada lebih dari 20.000 produk jamu terdaftar yang beredar di pasaran
2. HERBAL TERSTANDAR
Label "Herbal Terstandar" diberikan pada jamu yang telah melewati uji praklinik, bahan baku dan cara pembuatannya juga sudah terstandardisasi.
Uji praklinis yang dilakukan terhadap jamu yang masuk dalam kategori ini adalah uji toksisitas (keamanan dari racun), kisaran dosis, farmakodinamik (kemanfaatan) dan teratogenik (keamanan terhadap janin). Uji praklinis meliputi in vivo dan in vitro. Riset in vivo dilakukan terhadap hewan uji seperti mencit, tikus ratus-ratus galur, kelinci atau hewan uji lain. Sedangkan in vitro dilakukan pada sebagian organ yang terisolasi, kultur sel atau mikroba.
Riset in vitro bersifat parsial, artinya baru diuji pada sebagian organ atau pada cawan petri. Tujuannya untuk membuktikan klaim sebuah obat. Setelah terbukti aman dan berkhasiat, bahan herbal tersebut berstatus herbal terstandar. Meski telah teruji secara praklinis, herbal terstandar tersebut belum dapat diklaim sebagai obat. Namun konsumen dapat mengkonsumsinya karena telah terbukti aman dan berkhasiat. Hingga tahun 2015 sudah ada 26 produk herbal terstandar yang beredar di pasaran. .
3. FITOFARMAKA
Label "Fitofarmaka" diberikan bagi jamu yang sudah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklik dan klinik sehingga bisa diresepkan oleh dokter. Bahan baku, proses, hingga produk jadinya juga telah terstandardisasi.
Sebuah herbal terstandar dapat dinaikkan kelasnya menjadi fitofarmaka setelah melalui uji klinis pada manusia. Dosis dari hewan coba dikonversi ke dosis aman bagi manusia. Dari uji itulah dapat diketahui kesamaan efek pada hewan coba dan manusia. Bisa jadi terbukti ampuh ketika diuji pada hewan coba, belum tentu ampuh juga ketika dicobakan pada manusia. Uji klinis terdiri atas single center yang dilakukan di laboratorium penelitian dan multicenter di berbagai lokasi agar lebih obyektif. Setelah lolos uji fitofarmaka, produsen dapat mengklaim produknya sebagai obat. Namun demikian, klaim tidak boleh menyimpang dari materi uji klinis sebelumnya. Misalnya, ketika uji klinis hanya sebagai antikanker, produsen dilarang mengklaim produknya sebagai antikanker dan antidiabetes. Hingga tahun 2015 di Indonesia baru terdapat 7 fitofarmaka, contoh Nodiar (PT Kimia Farma), Stimuno (PT Dexa Medica), Rheumaneer PT. Nyonya Meneer), Tensigard dan X-Gra (PT Phapros).
Sumber bacaan:
– Definisi Obat Tradisional, Jamu, Obat Herbal Terstandar, Fitofarmaka Sesuai Pasal 1 Peraturan Kepala Badan POM No. HK.00.05.4.1384 Tahun 2005
– Penelitian dr. Ferihana: Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Biji Pinang (Areca Catechu) Pada Pemberian Secara Oral Dosis Tunggal Pada Mencit Jantan Galur BALB/c, 2009
– https://dokterferihana.wordpress.com/herbal-medicine/hati-hati-dan-jadilah-konsumen-yang-cerdas-perhatikan-logo-logo-dibawah-ini-sebelum-anda-membeli-herbal/
-- http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/123727-S09107fk-Uji%20pendahuluan-Literatur.pdf
-- Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2015
Suka Resep Ini? Share Yuk!